Kisah Nabi Nuh As

Nuh merupakan keturunan ke-9 Nabi Adam Alaihissalam. Kaum Nuh yang ada saat itu sudah sangat jauh menyimpang dari jalan Allah. Mereka mendustakan nikmat yang selalu dilimpahkan Allah kepada mereka. Kaum Nuh menyembah patung-patung yang mereka anggap sebagai tuhan. Mereka meniru bapak-bapak mereka terdahulu dan menganggap perbuatan itu pasti benar.


 
Syaitan lagi-lagi berhasil membuat kaum Nuh menjadi sangat jauh kesesatannya dalam ketaatan kepada Allah. Mengimani dan menyembah kepada Allah tidak mereka kenal lagi. Dan syaitan merasa senang ada yang menemaninya menjadi penghuni neraka Jahanam.
Nuh yang terbebas dari segala bentuk kesyirikan kaumnya, melepaskan diri dari penyembahan kepada patung-patung buatan tersebut. Allah kemudian mengangkat Nuh menjadi penerus risalah kenabian. Nabi Nuh Alaihissalam mendapatkan beberapa petunjuk dan Allah agar membersihkan keimanan kaumnya untuk menyembah hanya kepada Allah.
Pada masa itu, setiap manusia memiliki usia yang panjang. Nuh diangkat oleh Allah menjadi nabi dan rasul pada usia 480 tahun. Sepanjang usianya tersebut, Nabi Nuh Alaihissalam berdakwah dan menyeru tiada kenal lelah. Tidak hanya kepada orang-orang di sekitarnya tapi yang utama kepada anggota keluarganya sendiri. Istri Nabi Nuh Alaihissalam dan seorang anaknya yang bernama Kan’an, terpengaruh keadaan dan ikut-ikutan pula durhaka kepada Allah.
Sekian lama Nabi Nuh berdakwah, namun hanya sebagian kecil saja dari kaumnya yang mau mendengarkan dan mengimani ajaran beliau. Pengikut Nabi Nuh Alaihissalam hanya terdiri dari orang-orang biasa, bukan orang terpandang dan kaya raya. Sedangkan kaum Nuh yang kafir itu tidak suka bila berdekatan dan bersama-sama dengan orang-orang tersebut. Mereka menganggap bahwa derajat mereka lebih baik daripada Nabi Nuh dan para pengikutnya.
Bagi kaum yang durhaka itu, Nabi Nuh Alaihissalam manusia biasa yang tidak mempunyai kelebihan apa pun. Alasan itulah yang mereka gunakan untuk tidak menaati ajaran yang dibawa Nabi Nuh Alaihissalam. Pemimpin-pemimpin kaum yang kafir itu kemudian berkata akan dengan rela mengikuti Nabi Nuh Alaihissalam dengan syarat pengikut-pengikutnya yang terdiri dari orang-orang hina ditinggalkan atau dibiarkan dan diusir. Tentu saja Nabi Nuh menolak hal tersebut Pemimpin-pemimpin kaum yang kafir merasa kesal kemudian menantang Nabi Nuh Alaihissalam. Bila memang kedurhakaan mereka kepada Allah akan mendatangkan azab yang besar, maka mereka meminta Nabi Nuh agar menyegerakan datangnya azab tersebut.

Nabi Nuh kemudian mendapat petunjuk Allah yang memerintahkan agar membangun bahtera yang besar di puncak bukit. Bahtera tersebut kemudian dikerjakan bersama dengan para pengikutnya. Pembuatan bahtera tersebut ternyata memakan waktu yang lama. Nabi Nuh Alaihissalam diuji kesabarannya menghadapi kaumnya yang memandang pekerjaannya itu sebagai pekerjaan orang gila.
Nabi Nuh Alaihissalam kemudian berdoa Kepada Allah. Beliau berdoa agar Allah jangan membiarkan seorang pun dari kaum dan pemimpin yang kafir itu tetap tinggal di muka Bumi. Jika dibiarkan hidup, nantinya mereka akan menyebabkan banyak orang menjadi tersesat dan selalu berbuat maksiat.
Dengan bimbingan Allah, Nabí Nuh dan pengikutnya telah merampungkan pembuatan bahtera tersebut. Ketika itu, umur Nabi Nuh Alaihissalam telah menginjak usia 600 tahun. Allah kemudian memerintahkan Nabi Nuh Alaihissalam agar bersiap-siap.
 
Bumi kemudian diperintahkan memancarkan air dari dalam perutnya. Sedang dari langit turunlah hujan. Mulailah Nabi Nuh Alaihissalam mengisi bahtera dengan para binatang dan burung-burung. Kaum Nuh yang memperhatikan itu, terheran-heran. Berbagai macam jenis hewan mendatangi bahtera Nabi Nuh Alaihissalam dan semua binatang tersebut masuk dengan berpasangan. Tiada seekor jenis pun yang terlewat. Bahtera yang besar itu ternyata muat dengan segala isi yang telah masuk kedalamnya.
Sementara itu, hujan terus turun dengan deras.Tiada henti bumi dan langit mengeluarkan air yang melimpah. Kaum Nabi Nuh pun sadar, tempat tinggal mereka pasti akan segera dipenuhi dengan air. Karena keangkuhan mereka, kejadian tersebut bukanlah azab seperti yang diancamkan Nabi Nuh Alaihissalam. Mereka hanya menyingkir mencari tempat yang tinggi. Seperti yang dilakukan oleh putra Nabí Nuh Alahissalam yang bernama Kan’aan. Dia yang sudah kafir tidak juga mau beriman dan mendengarkan peringatan ayahnya.
Hingga ketika air telah tinggi, terangkatlah bahtera Nabi Nuh Alaihissalam. Mereka semua yang berada dalam bahtera lalu berdoa memuji kepada Allah karena telah menyelamatkan mereka dari orang-orang yang zalim. Mereka juga memohon agar Allah memberikan mereka tempat yang diberkati karena Allah sebaik-baik yang memberi tempat.
Nabi Nuh Alaihissalam melihat Kan’aan, putranya itu sedang terombang-ambing di lautan banjir. Sebagai ayah, ia merasa kasihan dan iba, Ia ingin anaknya termasuk pengikut yang diselamatkan. Nabi Nuh Alaihissalam sendiri lalu diberi teguran atas sikapnya, dan kemudian ia menyadari itu lalu memohon ampun kepada Allah. Siapa saja hari itu, tidak ada yang mampu menyelamatkan diri dari air bah dan banjir besar yang melanda. Hanya Nabi Nuh Alaihissalam dan pengikutnya saja yang selamat karena mereka semua telah beriman dan taat kepada Allah. Kaum Nuh termasuk isteri Nabi Nuh Alaihissalam dan putranya Kan’an telah mendapat balasan karena kekafiran mereka.
Adik-adik, Nabi Nuh Alaihissalam adalah seorang rasul atas pengikut-pengikutnya. Kehidupan manusia yang ada di muka Bumi saat itu dimulai kembali dari Nabi Nuh Alaihissalam dan pengikut-pengikutnya atau disebutnya juga generasi manusia kedua setelah generasi Nabi Adam Alaihissalam. Setelah sekian lama berada di lautan air, Allah kemudian memerintahkan bumi dan langit untuk mengeringkan air. Di sebuah tempat, bahtera Nabi Nuh Alaihissalam berlabuh karena air mulai surut. Sementara itu langitj uga berhenti mencurahkan air hujan. Nabi Nuh Alaihissalam dan pengikutnya lantas mengucap syukur dan mengagungkan nama Allah. Mereka bersyukur karena mereka telah memperoleh pertolongan dan keselamatan. Betapa bahagianya mereka karena mereka kini menjadi penerus kehidupan umat manusia selanjutnya.
Nabi Nuh Alaihssalam bersama pengikutnya serta segenap makhluk hidup yang berada di dalam bahtera lalu keluar. Mereka lalu memilih sebuah tempat dan membangun tempat tinggal yang baru. Nabi Nuh Alaihissalam bersama istrinya yang lain dan tiga orang anaknya yang beriman bernama Sam, Yafith, dan Ham, juga bersama-sama membangun tempat kediaman yang baru.
Nabi Nuh Alaihissalam tetap menanamkan ajaran tauhid dan mengingatkan untuk selalu menaati Allah. Kepada yang tidak beriman dan mendurhakai Allah telah tetap keputusan bahwa kepada mereka pasti akan ditimpakan azab. Terhitung Nabi Nuh Alaihissalam berdakwah 5 abad lamanya kepada generasi umat manusia saat itu. Usianya pun mencapai seribu tahun kurang lima puluh tahun. Keturunan anak-anak Nabi Nuh Alaihissalam telah pula menyebar mencari tempat tinggal yang baru. Dari ‘Ibnu Abbas diceritakan, Sam menurunkan golongan bangsa berkulit putih, Yafith menurunkan golongan bangsa berkulit merah dan coklat, sedang Ham menurunkan golongan bangsa berkulit hitam dan sebagian kecil berkulit putih.
Hikmah Kisah Nabi Nuh Alaihissalam :
  1. Perbuatan sesat Kaum Nuh sama dengan mendurhakai Allah, Nabi Nuh Alaihissalam datang memberi peringatan dan ancaman datangnya azab Allah.
  2. Ajaran tauhid dan mentaati Allah sejak lama sudah menjadi keyakinan yang diajarkan dari Nabí Adam Alaihissalam dan selanjutnya.
  3. Syaitan telah membuat sekutu yakni Kaum Nuh dengan menentang utusan Allah yakni Nabi Nuh Alaihissalam.
  4. Nabi Nuh Alaihissalam seorang manusia biasa hingga kaum yang durhaka itu menganggap remeh lalu mendustakannya hingga balasan dan Allah datang kepada mereka.
  5. Nabí Nuh Alaihissalam bukan seorang pendusta dan Allah membuktikan ancamannya.
  6. Semua orang kafir dan pembangkang perintah Allah akhirnya tenggelam dan mati dalam kesesatan termasuk istri dan putra Nabi Nuh Alaihissalam sendiri.
 
Kisah Nabi Nuh Alaihissalam di dalam Mushaf al-Qur’an terdapat pada:
(aI-Mu’minun: 23-31), (Nuh: 1-28), (Hud: 25-48), (al-’Ankabuut: 14,15), (al-A’raaf: 5-64), (Yunus: 71-74), (asy-Syu’araa: 105-122).
 
Sumber :
 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »